PUISI - PUISI TENTANG ASMARA

Ada setetes asa yang kusimpan untukmu
Ada sebait senandung rindu yang ingin kupersembahkan
tapi ....
kenapa engkau diam?
kenapa engkau pergi?

lelah aku menunggu sikap lembutmu
letih aku menanti perhatianmu

padanya ...
semua yang kuminta bisa kau beri
untuknya ...
bibir tipis itu berkata manis

untukku ...
sumpah serapah kau hujani
caci maki tak pernah tertinggal
mata bengis menatap penuh rasa

laksana elang menatap anak ayam
siap menerkam, mengoyak, dan mencabik

tak ada lagi asa itu
jauh sudah rindu ini
hanya ruang kosong yang tersisa
dalam diam malam dia menanti
seorang arjuna yang baik hati

yang siap mengobati
setiap asa yang tlah mati

selamat jalan cinta
hampa hati menanti pagi...........

dulu..ku pikir satu rasa sudah cukup untuk asa ini
dulu..kupikir satu pengertian pun sudah cukup untuk asa ini
ternyata, satu rasa dan satu pengertian tidak cukup untuk asa itu..

entah mengapa satu persatu semua itu tertunduk
entah mengapa perlahan pengertian itu pun terduduk
terduduk dalam pekat tanpa daya yang ia miliki saat itu..

ditengah hilir mudiknya sang angkara
kucoba memberi permakluman pada hati dan jiwa
bahwa satu rasa dan satu pengertian itu sudah berlalu
berlalu karena terdapat atribut baru yang mendampingi asa itu
mungkin jenuh..mungkin lelah..
yang pasti, tanpa rasa dan asa itu pun
saat ini aku masih merasakan halumis
serta chemistry tentang cinta dan kasih sayang itu
yang mengantarkan aku dalam kidung rindu
aku rindu kamu...

....

To be, or not to be: that is the question:
Whether 'tis nobler in the mind to suffer
The slings and arrows of outrageous fortune,
Or to take arms against a sea of troubles,
And by opposing end them? To die: to sleep;
No more; and by a sleep to say we end
The heart-ache and the thousand natural shocks
That flesh is heir to, 'tis a consummation
Devoutly to be wish'd. To die, to sleep;
To sleep: perchance to dream: ay, there's the rub;
For in that sleep of death what dreams may come
When we have shuffled off this mortal coil,
Must give us pause: there's the respect
That makes calamity of so long life;
For who would bear the whips and scorns of time,
The oppressor's wrong, the proud man's contumely,
The pangs of despised love, the law's delay,
The insolence of office and the spurns
That patient merit of the unworthy takes,
When he himself might his quietus make
With a bare bodkin? who would fardels bear,
To grunt and sweat under a weary life,
But that the dread of something after death,
The undiscover'd country from whose bourn
No traveller returns, puzzles the will
And makes us rather bear those ills we have
Than fly to others that we know not of?
Thus conscience does make cowards of us all;
And thus the native hue of resolution
Is sicklied o'er with the pale cast of thought,
And enterprises of great pith and moment
With this regard their currents turn awry,
And lose the name of action. - Soft you now!
The fair Ophelia! Nymph, in thy orisons
Be all my sins remember'd.

detektif_04 wrote:KESEDIHAN

hari hari tlah berlalu
banyak yang kita telah lalui bersama
banyak harapan yang kita saling ucapkan
kini harapan hanyalah harapan
yang hanya membuat kita semakin tak berdaya

kita memang salin menyintai
tapi apa daya
arang tuamu tidak memiliki aku
yang akan menjaga sampai akhir hayat

orang tuamu telah memilihkan
orang tang cocok untukmu
yang lebih dari aku

kasih haruskah kita berpisah???
aku yakin atas ketulusan cinta kamu
kasih jangan kamu menyakiti dirimu
pilihlah aku yang akan mendampingi hidupmu
demi kebahagian kita berdua.

tiba tiba udara berbisik ,
katanya benih yang ditanam akan menjadi batang pohon
merindangkan pekarangan

kau yang menancapkan akar,
karena aku lebih suka menjadi tanah

riwayat sang takdir, masih setia kutunggu
pada senja kulantunkan syair syairku

lamarlah aku,
berikanlah mahar padaku

kawinilah puitik bunga hingga terlahir hati baru

puisimu mengakar, bahwa langit dan laut ikut belajar bersabar

detektif_04 wrote:DENDAM

meski berulang kali
tewas di gelanggang ini
namun dia belum mati

dia pasti kembali
menjulang api

kau pintar,

diam diam kau jalurkan serbuk mesiu
agar perlahan aku datang
dan membakar biru
menjadi kemegahan merah
membakar mimpi mengawang dengan seribu desah

Aku Bahagia dengar Kata Cintamu
tapi aku sedih menerima kenyataan
bahwa tak hanya diriku yang menjadi milikmu
bahwa tak hanya diriku yang selalu menemanimu
ini begitu salah tapi ini juga
begitu benar salah tapi ini juga
begitu benar untuk aku yang di landa
cintamu terus membakarku
cintamu yang akhirnya membunuhku....

detektif_04 wrote:Aku Bahagia dengar Kata Cintamu
tapi aku sedih menerima kenyataan
bahwa tak hanya diriku yang menjadi milikmu
bahwa tak hanya diriku yang selalu menemanimu
ini begitu salah tapi ini juga
begitu benar salah tapi ini juga
begitu benar untuk aku yang di landa
cintamu terus membakarku
cintamu yang akhirnya membunuhku....

seperih cinta yang telah membunuhmu. maka begitupun aku
dihadapkan pada kenyataan yang sebenarnya mudah dipersatukan
tapi entah batu atau semacam badai yang menghalang
mengapa masih terlalu sulit juga menguapkan cinta ke permukaan

dirimu adalah kesegaran bagiku, tak dapat terbayang jika hanya kumiliki dirimu sebatas khayalan...

jadi teringat doa seorang teman..jika jodoh maka dimudahkan..
jadi apa yang sedang kita lakukan...

Tuhan....tolonglah...persatukan aku denganya jika memang ia menginginkanku seperti aku menginginkanya...

SEANDAINYA ENGKAU TAHU AKU DISINI
WAHAI GADIS MANJA PUJAAN HATI
CINTA KITA AKAN LEBIH BERSEMI
SALING KASIH DAN MEMBERI

TAPI SAYANG ENGKAU JAUH DISANA
DISEBUAH DESA JAUH DARI KOTA
TAK BISA NGENET BERBAGI CERITA

KESETIAANMU TIADA DUANYA
RELAKAN ABANG TUK MENGEMBARA
BERBAGAI TANTANGAN ADA DIKOTA
DO'AKAN SAY..... AGAR TETAP SETIA