wisatanya dong. :)
wisatanya dong. :)
Tanah Toraja, Andalan Wisata Sulawesi Selatan
Kontribusi dari M. Sholikul Huda
16.01.2007
Tanah Toraja, merupakan obyek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar
350 km sebelah Utara Makassar ini sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat ini bernama
Tongkonan. Atapnya terbuat dari daun nipa atau kelapa dan mampu bertahan sampai 50 tahun. Tongkonan ini juga
memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat seperti strata emas, perunggu, besi dan kuningan.
Saking begitu melekatnya image Tanah Toraja dengan bangunan rumah adatnya ini, sebagai bentuk promosi pariwisata
dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat pun dibangun di negeri “matahari terbit”
itu. Bangunannya dikerjakan oleh orang Toraja sendiri dan diboyong pengusaha pariwisata ke negari sakura. Sekarang
di Jepang, sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip dengan Tongkonan yang asli. Kehadiran Tongkonan selalu
membuat kagum masyarakat negeri tersebut karena bentuknya yang unik. Perbedaannya dengan yang ada di Tanah
Toraja hanya terletak di atapnya yang menggunakan daun sagu (rumbia).
Masih banyak lagi daya tarik dari Tanah Toraja selain upacara adat rambu solo (pemakaman) yang sudah kesohor
selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 kilometer
dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0 - 7 tahun.
Meski mengubur bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir, tetapi pohon
tempat “mengubur” mayat bayi itu masih tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan. Di atas pohon
tarra yang buahnya mirip buah sukun yang biasa dijadikan sayur oleh penduduk setempat itu dengan lingkaran batang
pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu pohon itu dilubangi kemudian mayat bayi diletakkan ke
dalam kemudian ditutupi dengan serat pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan
menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan untuk masyarakat Tanah Toraja tetap
menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini juga disesuaikan dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial
keluarga itu maka makin tinggi pula tempat bayi yang dikuburkan di batang pohon Tarra tersebut. Bahkan, bayi yang
meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat
pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat.
Untuk menuju Tanah Toraja yang mengagumkan ini terdapat jalur penerbangan domestik Makassar - Tanah Toraja yang
saat ini hanya sekali seminggu dan memakai pesawat kecil berpenumpang delapan orang, yang memakan waktu 45
menit dari Bandara Hasanuddin Makassar. Jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan ini membutuhkan waktu
selama tujuh jam.
Event menarik di kawasan wisata ini yaitu adanya upacara pemakaman jenazah (rambu solo) dan rambu tuka (pesta
syukuran) yang merupakan kalender tetap tiap tahun. Selain event tersebut, para pengunjung bisa melihat dari dekat
obyek wisata budaya menarik lainnya seperti penyimpanan jenazah di penampungan mayat berbentuk
“kontainer” ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan tinggi 10 meter serta tongkonan yang sudah berusia
600 tahun di Londa, Rantepao. Bagaimana? Tertarik melihat keunikan wisata budaya ini?
sumber: kapanlagi.com
kafka.web.id | Semua Tentang Indonesia ...
http://kafka.web.id _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 5 May, 2007, 14:36
Kontribusi dari M. Sholikul Huda
16.01.2007
Tanah Toraja, merupakan obyek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar
350 km sebelah Utara Makassar ini sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat ini bernama
Tongkonan. Atapnya terbuat dari daun nipa atau kelapa dan mampu bertahan sampai 50 tahun. Tongkonan ini juga
memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat seperti strata emas, perunggu, besi dan kuningan.
Saking begitu melekatnya image Tanah Toraja dengan bangunan rumah adatnya ini, sebagai bentuk promosi pariwisata
dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat pun dibangun di negeri “matahari terbit”
itu. Bangunannya dikerjakan oleh orang Toraja sendiri dan diboyong pengusaha pariwisata ke negari sakura. Sekarang
di Jepang, sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip dengan Tongkonan yang asli. Kehadiran Tongkonan selalu
membuat kagum masyarakat negeri tersebut karena bentuknya yang unik. Perbedaannya dengan yang ada di Tanah
Toraja hanya terletak di atapnya yang menggunakan daun sagu (rumbia).
Masih banyak lagi daya tarik dari Tanah Toraja selain upacara adat rambu solo (pemakaman) yang sudah kesohor
selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 kilometer
dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0 - 7 tahun.
Meski mengubur bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir, tetapi pohon
tempat “mengubur” mayat bayi itu masih tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan. Di atas pohon
tarra yang buahnya mirip buah sukun yang biasa dijadikan sayur oleh penduduk setempat itu dengan lingkaran batang
pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu pohon itu dilubangi kemudian mayat bayi diletakkan ke
dalam kemudian ditutupi dengan serat pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan
menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan untuk masyarakat Tanah Toraja tetap
menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini juga disesuaikan dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial
keluarga itu maka makin tinggi pula tempat bayi yang dikuburkan di batang pohon Tarra tersebut. Bahkan, bayi yang
meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat
pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat.
Untuk menuju Tanah Toraja yang mengagumkan ini terdapat jalur penerbangan domestik Makassar - Tanah Toraja yang
saat ini hanya sekali seminggu dan memakai pesawat kecil berpenumpang delapan orang, yang memakan waktu 45
menit dari Bandara Hasanuddin Makassar. Jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan ini membutuhkan waktu
selama tujuh jam.
Event menarik di kawasan wisata ini yaitu adanya upacara pemakaman jenazah (rambu solo) dan rambu tuka (pesta
syukuran) yang merupakan kalender tetap tiap tahun. Selain event tersebut, para pengunjung bisa melihat dari dekat
obyek wisata budaya menarik lainnya seperti penyimpanan jenazah di penampungan mayat berbentuk
“kontainer” ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan tinggi 10 meter serta tongkonan yang sudah berusia
600 tahun di Londa, Rantepao. Bagaimana? Tertarik melihat keunikan wisata budaya ini?
sumber: kapanlagi.com
kafka.web.id | Semua Tentang Indonesia ...
http://kafka.web.id _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 5 May, 2007, 14:36
croot_162- .
-
Jumlah posting : 231
Age : 40
Lokasi : chambers Management
Hobby : D3siGN GRafIS
Registration date : 04.05.07
Statistik
Point:
(0/0)
Warning:
(0/0)
Thank:
(0/0)
Berakhir Pekan Di Pulau Khayangan
Berakhir Pekan Di Pulau Khayangan
Sabtu, 05 Mei 2007 11:32.05 WIB
harry - Wisatanet.com
PADA awal April 2007 lalu, digelar Pemilihan Putri Khayangan untuk pertama kalinya setelah event pemilihan tersebut vakum selama kurang lebih 20 tahun. Event ini, kata Syarifuddin, General Manager Pulau Khayangan akan dijadikan event tahunan atau event rutin di Khayangan.
Tujuan mengadakan event tahunan tentu saja untuk lebih menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke pulau berukuran kurang lebih satu hektare ini.
Pulau yang menjadi salah satu potensi wisata Propinsi Sulawesi Selatan ini, sangat menarik minat wisatawan domestik, terutama dari daerah sekitarnya.
Selain Pemilihan Putri Khayangan, juga akan diadakan event-event lain untuk menyemarakkan suasana di Khayangan.
Konsep yang ditawarkan oleh pengelola Pulau Khayangan adalah sebagai tempat rekreasi, wisata bahari, dan juga resort. Dengan konsep seperti ini, pengunjung yang datang bisa beristirahat sekaligus menikmati wisata bahari.
DI tengah-tengah pulau, terdapat fasilitas restoran dan kafe dengan pemandangan lepas pantai. "Kafe ini adalah kafe bernuansa bahari dengan kelengkapan singing hall dan karaoke room," ujar Syarifuddin.
Di depan kafe ini, terdapat open spage untuk keperluan pertunjukan terbuka yang di sampingnya terdapat kursi-kursi yang bisa dijadikan tempat bersantai sambil menunggu sunset. Di sekitarnya juga terdapat musollah dan mini market.
Sumber: www.tribun-timur.com
Sabtu, 05 Mei 2007 11:32.05 WIB
harry - Wisatanet.com
PADA awal April 2007 lalu, digelar Pemilihan Putri Khayangan untuk pertama kalinya setelah event pemilihan tersebut vakum selama kurang lebih 20 tahun. Event ini, kata Syarifuddin, General Manager Pulau Khayangan akan dijadikan event tahunan atau event rutin di Khayangan.
Tujuan mengadakan event tahunan tentu saja untuk lebih menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke pulau berukuran kurang lebih satu hektare ini.
Pulau yang menjadi salah satu potensi wisata Propinsi Sulawesi Selatan ini, sangat menarik minat wisatawan domestik, terutama dari daerah sekitarnya.
Selain Pemilihan Putri Khayangan, juga akan diadakan event-event lain untuk menyemarakkan suasana di Khayangan.
Konsep yang ditawarkan oleh pengelola Pulau Khayangan adalah sebagai tempat rekreasi, wisata bahari, dan juga resort. Dengan konsep seperti ini, pengunjung yang datang bisa beristirahat sekaligus menikmati wisata bahari.
DI tengah-tengah pulau, terdapat fasilitas restoran dan kafe dengan pemandangan lepas pantai. "Kafe ini adalah kafe bernuansa bahari dengan kelengkapan singing hall dan karaoke room," ujar Syarifuddin.
Di depan kafe ini, terdapat open spage untuk keperluan pertunjukan terbuka yang di sampingnya terdapat kursi-kursi yang bisa dijadikan tempat bersantai sambil menunggu sunset. Di sekitarnya juga terdapat musollah dan mini market.
Sumber: www.tribun-timur.com
croot_162- .
-
Jumlah posting : 231
Age : 40
Lokasi : chambers Management
Hobby : D3siGN GRafIS
Registration date : 04.05.07
Statistik
Point:
(0/0)
Warning:
(0/0)
Thank:
(0/0)
Re: wisatanya dong. :)
Bantimurung means a place for getting rid of sadness (membanting kemurungan). The spectacular waterfall is located at the valley of the steep limestone hill with its fertile tropical vegetation which makes this area an ideal habitat for the types of butterflies and birds that are famous for their small number.
Before entering the waterfall location, visitors can see a statue of a kind of monkey (lutung), about 6 cm tall. This kind of animal can only be found in Sulawesi and Kalimantan.
From the waterfall, visitors can go up to see the lake on top, but there are many sharp corals on the way there. The lake is so blue with many flying butterflies around it.
In 1858-1857, a prominent English naturalist, Alfred Russel Wallace spent all of his life that are enjoyed in this area to catch numerous types of rare butterflies, birds, and insects. Among the butterflies he caught, there was the Papilo Androcles type, one of the rarest and biggest type of butterfly that has a tail like a swallow. A detailed explanation concerning this area has attracted the attention of archeologists, prehistoric, and insects experts.
The waterfall and surrounding areas is a popular picnic area and it is a pleasant area for roaming around, swimming and enjoying the attractive sceneries. Around the waterfall area, there are sold many specimen of butterflies for souvenirs. From the waterfall one can take a ride to the National Park which is close by, through the limestone mountain chain
croot_162- .
-
Jumlah posting : 231
Age : 40
Lokasi : chambers Management
Hobby : D3siGN GRafIS
Registration date : 04.05.07
Statistik
Point:
(0/0)
Warning:
(0/0)
Thank:
(0/0)
Re: wisatanya dong. :)
Harapan Baru untuk Pelestarian dan Keadilan
(08 Oct 2004, 550 x , Komentar)
(Rencana Pembentukan Konsorsium TNBB)
Muhammad Alif KS Ketua Panitia Seminar Sehari
Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB) telah dideklarasikan di Kuala Lumpur Malaysia padaDengan demikian legalitas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung tinggal menunggu kebijakan akhir dari Pemerintah/Presiden.
Untuk mempromosikan cara pandang baru dalam pengelolaan taman nasional yang berbasis masyarakat, maka Lembaga Pencinta Alam HPPMI Maros, Perhimpunan Sarjana Maros, Jaringan Masyarakat Pegunungan Bulusaraung dan Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Seminar Sehari Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang Berbasis Masyarakat di Maros pada tangal 14 September 2004.
Seminar ini menghadirkan stakeholders karst, antara lain: Kepala-kepala Desa Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep, Bapedalda Maros dan Pangkep, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Maros dan Pangkep, Dinas Pariwisata Maros dan Pangkep, Dinas Pertambangan Maros dan Pangkep, LSM Lokal Maros dan Pangkep serta kelompok-kelompok pencinta alam Kabuapten Maros dan Pangkep.
Pemakalah dalam seminar ini adalah Ir. Amran Ahmad M.Si dari Jurusan Kehutanan yang merupakan salah satu anggota Tim pengusulan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yang paling penting adalah seminar ini menyepakati akan membentuk Konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Tapi tahukah kita defenisi yang jelas tentang taman nasional? Istilah taman nasional barulah muncul pada tahun 1977, sekitar 10 tahun setelah lahirnya UU Kehutanan No. 5 tahun 1967. Direktorat Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Departemen Kehutanan, mendefenisikan Taman Nasional sebagai berikut: Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang luas, baik di darat maupun di laut, yang di dalamnya terdapat satu atau lebih ekosistem alam yang utuh tidak terganggu; di dalamnya terdapat jenis tumbuh-tumbuhan atau satwa beserta habitatnya, juga tempat-tempat yang secara geomorfologis bernilai untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, rekreasi, dan pariwisata, panorama alam yang menonjol di mana masyarakat diperbolehkan masuk ke dalam kawasan untuk berbagai kepentingan tersebut.
Untuk lokasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung nantinya dihuni oleh gua-gua karst yang sangat banyak dan luar biasa cantiknya. Karst Maros-Pangkep ini termasuk karst yang terindah di Asia dan terkaya keanekaragaman hayatinya. Lokasi ini juga merupakan areal inti penangkapan air bagi danau tempe. Untuk itu perlu pengelolaan yang baik demi mewariskannya pada anak cucu kita.
Untuk kasus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Pangkep, diharapkan dan diupayakan agar pelibatan masyarakat dalam pengelolaan benar-benar diaktualkan di lapangan mulai dari perencanaan sampai pengawasan pengelolaan. Proses partisipasi politik rakyat seharusnya menjadi modal awal dalam mengawal dan menentukan eksistensi Taman Nasional.
Paradigma lama pengelolaan taman nasional yang sentralistik seharusnya sudah bergeser ke sistem pengelolaan kolaboratif yang mengakomodasi stakeholders dalam pengelolaan. Kita tahu bahwa kebijakan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia termasuk taman nasional dihasilkan kebanyakan melalui “aksi tunjuk” berdasarkan hasil penelitian kaum naturalis.
Laporan studi lebih banyak memuat keadaan ekologi dan sedikit sekali memberikan perhatian pada masyarakat di sekitar taman nasional. Akhirnya kita menikmati sebuah “Istana Megah” yang bernama taman nasional di tengah-tengah masyarakat tanpa akses dan manfaat atas keberadaannya.
Ikon “berbasis masyarakat” yang digemakan dalam seminar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ini mempertemukan aspek pembangunan kapasitas SDM, pengembangan wilayah serta dukungan regulator dari Pemkab Maros dan Pangkep. Tiga pilar ini diharapkan dapat melindungi ekosistem karst serta melindungi nilai-nilai sosial ekonomi masyarakat.
Ada yang menyebutnya bahwa pembentukan konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ini merupakan jalan tengah antara kemauan pemerintah dan inisiasi dari masyarakat. Namun kita berharap bahwa konsorsium ini nantinya dapat bersinergis langsung dengan pengelolaan taman nasional.
Diharapkan pola lama sistem pengelolaan taman nasional yang hanya memperjuangkan aspek konservasi tanpa mempedulikan nilai-nilai sosial dan ekonomi rakyat tidak lagi kita temukan dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Konsorsium yang kita bentuk ini diharapkan dapat menjadi saluran utama stakeholders dalam mengapresiasikan eksistensinya dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang berbasis masyarakat. Konsorsium ini adalah wujud aktualisasi impian pertama dalam strategi kesiapan masyarakat lokal Maros-Pangkep dalam menyambut legalitas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Selain disepakati akan membentuk konsorsiun Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, juga disepakati perlunya dukungan regulasi dari Pemkab Maros dan Pemkab Pangkep, agar pengelolaan yang kita harapkan dapat sinergis dengan kepentingan-kepentingan stakeholders yang bermuara pada kepentingan masyarakat dan pelestarian karst.
Rumusan Seminar Sehari
Pertama, sebagai upaya memperkuat peran pemerintah kabupaten dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung maka pemkab segera menyiapkan peraturan daerah (perda) tentang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kedua, pemerintah dan instansi terkait diharapkan memfasilitasi pelaksanaan sosialisasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung kepada segenap stakeholders, khususnya kepada masyarakat desa sekitar taman nasional.
Ketiga, agar pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, maka sistem pengelolaan hendaknya dilaksanakan secara kolaboratif (berbasis masyarakat). Keempat, pemerintah desa agar segera mempersiapkan program dengan melakukan inventarisasi lokasi di desa yang dapat dikembangkan untuk objek wisata, budaya dan jasa lingkungan lainnya.
Kelima, perlunya membentuk konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai wadah aspirasi masyarakat di Kabupaten Pangkep dan Maros yang terdiri dari: (a) Pemerintah Kabupaten; (b) Pemerintah Desa; (c) LSM Dan OKP; (d) Kelompok-Kelompok Pencinta Alam; dan (e) Para Pakar (Sosiologi, Antropologi, Kehutanan, Geologi).
Dan Keenam, pertemuan konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung selanjutnya akan dilaksanakan oleh Universitas Hasanuddin dengan dukungan Pemkab Maros dan Pemkab Pangkep.
(08 Oct 2004, 550 x , Komentar)
(Rencana Pembentukan Konsorsium TNBB)
Muhammad Alif KS Ketua Panitia Seminar Sehari
Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB) telah dideklarasikan di Kuala Lumpur Malaysia padaDengan demikian legalitas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung tinggal menunggu kebijakan akhir dari Pemerintah/Presiden.
Untuk mempromosikan cara pandang baru dalam pengelolaan taman nasional yang berbasis masyarakat, maka Lembaga Pencinta Alam HPPMI Maros, Perhimpunan Sarjana Maros, Jaringan Masyarakat Pegunungan Bulusaraung dan Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Seminar Sehari Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang Berbasis Masyarakat di Maros pada tangal 14 September 2004.
Seminar ini menghadirkan stakeholders karst, antara lain: Kepala-kepala Desa Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep, Bapedalda Maros dan Pangkep, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Maros dan Pangkep, Dinas Pariwisata Maros dan Pangkep, Dinas Pertambangan Maros dan Pangkep, LSM Lokal Maros dan Pangkep serta kelompok-kelompok pencinta alam Kabuapten Maros dan Pangkep.
Pemakalah dalam seminar ini adalah Ir. Amran Ahmad M.Si dari Jurusan Kehutanan yang merupakan salah satu anggota Tim pengusulan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yang paling penting adalah seminar ini menyepakati akan membentuk Konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Tapi tahukah kita defenisi yang jelas tentang taman nasional? Istilah taman nasional barulah muncul pada tahun 1977, sekitar 10 tahun setelah lahirnya UU Kehutanan No. 5 tahun 1967. Direktorat Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Departemen Kehutanan, mendefenisikan Taman Nasional sebagai berikut: Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang luas, baik di darat maupun di laut, yang di dalamnya terdapat satu atau lebih ekosistem alam yang utuh tidak terganggu; di dalamnya terdapat jenis tumbuh-tumbuhan atau satwa beserta habitatnya, juga tempat-tempat yang secara geomorfologis bernilai untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, rekreasi, dan pariwisata, panorama alam yang menonjol di mana masyarakat diperbolehkan masuk ke dalam kawasan untuk berbagai kepentingan tersebut.
Untuk lokasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung nantinya dihuni oleh gua-gua karst yang sangat banyak dan luar biasa cantiknya. Karst Maros-Pangkep ini termasuk karst yang terindah di Asia dan terkaya keanekaragaman hayatinya. Lokasi ini juga merupakan areal inti penangkapan air bagi danau tempe. Untuk itu perlu pengelolaan yang baik demi mewariskannya pada anak cucu kita.
Untuk kasus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Pangkep, diharapkan dan diupayakan agar pelibatan masyarakat dalam pengelolaan benar-benar diaktualkan di lapangan mulai dari perencanaan sampai pengawasan pengelolaan. Proses partisipasi politik rakyat seharusnya menjadi modal awal dalam mengawal dan menentukan eksistensi Taman Nasional.
Paradigma lama pengelolaan taman nasional yang sentralistik seharusnya sudah bergeser ke sistem pengelolaan kolaboratif yang mengakomodasi stakeholders dalam pengelolaan. Kita tahu bahwa kebijakan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia termasuk taman nasional dihasilkan kebanyakan melalui “aksi tunjuk” berdasarkan hasil penelitian kaum naturalis.
Laporan studi lebih banyak memuat keadaan ekologi dan sedikit sekali memberikan perhatian pada masyarakat di sekitar taman nasional. Akhirnya kita menikmati sebuah “Istana Megah” yang bernama taman nasional di tengah-tengah masyarakat tanpa akses dan manfaat atas keberadaannya.
Ikon “berbasis masyarakat” yang digemakan dalam seminar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ini mempertemukan aspek pembangunan kapasitas SDM, pengembangan wilayah serta dukungan regulator dari Pemkab Maros dan Pangkep. Tiga pilar ini diharapkan dapat melindungi ekosistem karst serta melindungi nilai-nilai sosial ekonomi masyarakat.
Ada yang menyebutnya bahwa pembentukan konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ini merupakan jalan tengah antara kemauan pemerintah dan inisiasi dari masyarakat. Namun kita berharap bahwa konsorsium ini nantinya dapat bersinergis langsung dengan pengelolaan taman nasional.
Diharapkan pola lama sistem pengelolaan taman nasional yang hanya memperjuangkan aspek konservasi tanpa mempedulikan nilai-nilai sosial dan ekonomi rakyat tidak lagi kita temukan dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Konsorsium yang kita bentuk ini diharapkan dapat menjadi saluran utama stakeholders dalam mengapresiasikan eksistensinya dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang berbasis masyarakat. Konsorsium ini adalah wujud aktualisasi impian pertama dalam strategi kesiapan masyarakat lokal Maros-Pangkep dalam menyambut legalitas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Selain disepakati akan membentuk konsorsiun Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, juga disepakati perlunya dukungan regulasi dari Pemkab Maros dan Pemkab Pangkep, agar pengelolaan yang kita harapkan dapat sinergis dengan kepentingan-kepentingan stakeholders yang bermuara pada kepentingan masyarakat dan pelestarian karst.
Rumusan Seminar Sehari
Pertama, sebagai upaya memperkuat peran pemerintah kabupaten dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung maka pemkab segera menyiapkan peraturan daerah (perda) tentang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kedua, pemerintah dan instansi terkait diharapkan memfasilitasi pelaksanaan sosialisasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung kepada segenap stakeholders, khususnya kepada masyarakat desa sekitar taman nasional.
Ketiga, agar pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, maka sistem pengelolaan hendaknya dilaksanakan secara kolaboratif (berbasis masyarakat). Keempat, pemerintah desa agar segera mempersiapkan program dengan melakukan inventarisasi lokasi di desa yang dapat dikembangkan untuk objek wisata, budaya dan jasa lingkungan lainnya.
Kelima, perlunya membentuk konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai wadah aspirasi masyarakat di Kabupaten Pangkep dan Maros yang terdiri dari: (a) Pemerintah Kabupaten; (b) Pemerintah Desa; (c) LSM Dan OKP; (d) Kelompok-Kelompok Pencinta Alam; dan (e) Para Pakar (Sosiologi, Antropologi, Kehutanan, Geologi).
Dan Keenam, pertemuan konsorsium Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung selanjutnya akan dilaksanakan oleh Universitas Hasanuddin dengan dukungan Pemkab Maros dan Pemkab Pangkep.
croot_162- .
-
Jumlah posting : 231
Age : 40
Lokasi : chambers Management
Hobby : D3siGN GRafIS
Registration date : 04.05.07
Statistik
Point:
(0/0)
Warning:
(0/0)
Thank:
(0/0)
croot_162- .
-
Jumlah posting : 231
Age : 40
Lokasi : chambers Management
Hobby : D3siGN GRafIS
Registration date : 04.05.07
Statistik
Point:
(0/0)
Warning:
(0/0)
Thank:
(0/0)
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik